SELAMAT DATANG DI BLOG BMT AGAM MADANI
KEC. CANDUANG





Pengelola BMT Agam Madani Kec. Canduang







Tumbuh dan Berkembang Bersama
Ekonomi Ummat Dibawah Ridha Allah SWT

28

BMT Online
k

27

26

25

24

23

22

21

20

19

18

17

16

15

14

13

12

11

10

9

8

7

Usaha Nasabah

  • Peternakan kambing
  • Budidaya Lele
  • Peternakan Puyuh
  • Jamur Tiram

6

w

5

s

4

Profil BMT Nagari Canduang Koto laweh

APA ITU BMT

1. BMT adalah singkatan dari Baitul Maal wat Tamwil yang merupakan lembaga keuangan mikro syariah
2. BMT bergerak pada pengumpulan, pengelolaan ZIS yaitu dari divisi Baitul mal ( Divisi Sosial )
3. BMT bergerak pada aspek simpan, pembiayaan dan sektor rill (usaha) yaitu pada divisi tamwil

SIMPANAN

Penghimpunan dana yang dimaksudkan untuk mengerahkan dana masyarakat khususnya dana umat Islam.

Jenis Simpanan :

a. Simpanan Mudharabah Umum

Nasabah dapat menabung kapan saja,dan dapat menarik tabungan tersebut pada waktu yang dibutuhkan.dengan ketentuan setoran awal minimal Rp 10.000,- dan setoran selanjutnya minimal Rp 5.000,-.

b. Simpanan Mudharabah Pelajar

Simpanan ini dikhususkan untuk pelajar mulai dari TK sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Setoran awal minimal Rp 3.000,-

c. Simpanan Wadiah Qurban

Simpanan ini khusus untuk ibadah qurban atau pelaksaan aqiqah. Setoran bisa harian / mingguan / bulanan, dan pengambilannya hanya bisa pada musim qurban atau waktu melahirkan.

d. Simpanan Idul Fitri

Simpanan ini khusus untuk persiapan idul fitri dan boleh diambil menjelang hari raya Idul Fitri.

e. Simpanan Khatam Alqur`an

Simpanan ini khsusus untuk persiapan Khatam Alquran dan boleh diambil pada pelaksanaan khatam Alquran.

Pembiayaan :


1. Pembiayaan Murabahah

2. Pembiayaan Mudharabah

3. Pembiayaan Musyarakah

BMT AGAM MADANI KEC. CANDUANG

Koperasi jasa keuangan Syari’ah ini BMT Agam Madani Kec. Canduang merupakan binaan PINBUK. didirikan BMT ini untuk menjangkau usaha umat yang tidak mampu mengakses modal dari perbankan. Selain itu sebagai mediator dan penghubung antara kaum agniya (kaya) dan fuqara (miskin) dalam menghimpun dana zakat, infaq, dan sadaqah serta waqaf produktif. BMT ini dibentuk oleh Pemerintah Kab. Agam salah satu tujuannya untuk mengurangi tingkat kemiskinan.
Ada 3 BMT di Kec. Canduang yang didirikan secara berkala :

  • BMT Agam Madani Nagari Bukik Batabuah
Jl. Mantuang Depan SMP 4 Nagari Bukik Batabuah

  • BMT Agam Madani Nagari Canduang Koto Laweh
Jl. Syech Sulaiman Ar Rasulli Simp. Canduang

  • BMT Agam Madani Nagari Lasi
Jl. Biaro-Lasi Pasar Lasi Nagari Lasi

2

R I B A (TINJAUAN SYARI'AT)

Disusun oleh : Armen Halim Naro, Lc

Usaha dagang atau bisnis dewasa ini merupakan mata pencaharian yang paling menonjol dan mempunyai perkembangan pesat. Hal ini merupakan fakta yang telah diramalkan oleh Rasul yang mulia. Sehingga yang terjun dalam usaha ini bukan hanya seorang suami saja -yang memang menurut Islam mempunyai kewajiban mencari nafkah bagi anak dan isterinya-, akan tetapi sang isteripun juga ikut menanganinya. Terlepas dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut -baik atau buruk- tapi itu sebagai bukti, bahwa kita memang berada pada akhir zaman.

Diriwayatkan oleh Imam Nasa'i dari Amr bin Taghlib berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam,

Dari Amr bin Taghlib berkata, telah bersabda Rasullullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam: "Diantara tanda hari kiamat ialah berkembang dan banyaknya harta, dan tersebarnya perdagangan (bisnis). [1]

Juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Hakim, dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi, bahwasanya beliau bersabda,

Dari Abdullah bin Mas'ud dari Nabi, bahwasanya beliau bersabda,"Diantara tanda hari kiamat, memberi salam kepada orang tertentu saja dan menyebarnya perdagangan, sehingga seorang isteri membantu suaminya dalam usahanya." [2]

Islam memuji suatu perdagangan yang jujur sesuai dengan akhlak dan adab syara`. Akan tetapi, jika perdagangan tersebut menyeret seorang muslim hingga mengikuti arus dunia dan lupa terhadap hukum halal dan haram, maka demikian itu sangat dicemaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam, sehingga beliau selalu mengingatkan umatnya dari perbuatan tersebut dalam sebuah hadits, yang artinya :

Demi Allah, aku tidak cemas kefakiran menimpa kalian, akan tetapi yang sangat aku cemaskan jika dunia terbentang di hadapan kalian sebagaimana telah dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian.[3] Sehingga kalian berlomba-lomba dengannya sebagaimana mereka berlomba (mengejar dunia) dan kalian dibuat lalai sebagaimana mereka dibuat lalai oleh dunia.[4]

Berlomba-lomba dengan dunia dapat menyeret seseorang berlaku longgar terhadap agamanya. Setiap kali dia memberanikan diri untuk melangkah dalam usahanya kepada sesuatu yang meragukan agamanya, akan mengangkat kakinya untuk melangkah kepada sesuatu yang lebih berbahaya lagi. Begitulah ... berawal dari keraguan, setelah itu syubhat, kemudian jatuh kepada yang haram. Disanalah kehancurannya dan juga kehancuran orang lain akibat ulahnya.[5]

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah,

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasullah bersabda,"Akan datang suatu zaman, seseorang tidak peduli dari mana dia memperoleh harta, apakah dari yang halal atau dari yang haram?!" [6]

Di antara dosa yang sudah dianggap biasa oleh sebagian orang, terutama yang terjun ke dalam dunia perdagangan ialah dosa riba, kecuali orang yang memperoleh belaian kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Apakah riba itu? Sejauh manakah dosa orang yang terlibat di dalamnya? Bagaimanakah bentuk macamnya? Pada pembahasan ini, penulis mencoba untuk mengangkatnya ke hadapan pembaca budiman, dan mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mau mendengar kebenaran serta dapat mengikuti yang terbaik.

DEFINISI RIBA

Riba, secara bahasa berarti tambahan. Dikatakan, arba fulan `ala fulan, yaitu si fulan telah menambah kepada si fulan.[7] Sedangkan secara istilah; para fuqaha berbeda dalam memberikan definisi riba. Akan tetapi semuanya bermuara kepada satu maksud, yaitu penambahan pada modal pokok, sedikit atau banyak.[8]

TAHAPAN PENGHARAMAN RIBA

Islam adalah agama yang pertama kali tidak menganjurkan riba, sebaliknya menyuruh memperbanyak zakat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat-gandakan (pahalanya). (QS Ar Rum:39).

Kemudian datang pengharaman memakan riba secara berlipat ganda. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS Ali Imran:130).

Terakhir diharamkanlah riba secara umum, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS Al Baqarah:278).

ANCAMAN BAGI ORANG YANG BERMU'AMALAH DENGAN RIBA
Bagi orang yang bermu`amalah dengan riba, Allah Subhanahu wa Ta'ala mengancam dengan azab di akhirat,

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syEtan lantaran (tekanan) penyakit gila. (QS Al Baqarah:275).

Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengancam kepada siapa saja yang mengulangi perbuatan riba kembali, setelah mengetahui pengharamannya. Bahwasanya orang itu masuk ke dalam neraka, kekal di dalamnya,

Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah:275).

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala menghilangkan keberkahan riba, dan menyifati pelakunya dengan kekufuran jika dia menghalalkannya serta menyifati pelakunya dengan kufur nikmat, jika dia melakukan dengan memiliki pengakuan, bahwa riba haram dan pelakunya bergelimang dengan dosa,

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (QS Al Baqarah:276).

Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala mengumumkan peperangan terhadap pelaku riba[9] jika dia tidak segera meninggalkannya. Firman Allah,

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS Al Baqarah:279).[10]

Disamping ancaman Al Qur'an, disebutkan juga ancaman dalam As Sunnah yang cukup membuat ciut hati seorang muslim bila melakukan riba.

Dari Jabir berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alahi wa Sallam ,"Allah Subhanahu wa Ta'ala melaknat orang yang memakan riba, yang memberi makan (peminjam), kedua saksi, dan penulisnya, mereka sama saja." [11]

Riba mempunyai tujuh puluh dua pintu. Yang paling ringan (dosanya), seperti seseorang yang menzinai ibunya. Dan riba yang tertinggi, sama dosanya dengan seseorang yang melecehkan kehormatan seorang muslim.[12]

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dan dishahihkannya, menyebutkan, bahwa satu dirham dalam riba lebih besar dosanya dari tiga puluh tiga kali zina.

HIKMAH PENGHARAMAN RIBA

Riba diharamkan oleh semua agama samawi. [13] Karena menimbulkan dampak terhadap akhlak dan sosial. Diantaranya sebagai berikut:[14]

Pertama, menyebabkan permusuhan antar individu dan menghapus sifat tolong-menolong sesama manusia. Sedangkan semua agama -terlebih lagi Islam- mendorong agar manusia saling tolong-menolong.

Kedua, riba dapat meningkatkan rasa tamak, menimbulkan rasa kikir yang berlebihan, mementingkan diri sendiri, keras hati, tirani dan memuja uang.

Ketiga, riba mengakibatkan terjadinya penimbunan (akumulasi) kekayaan dan menghambat adanya investasi langsung dalam perdagangan. Jika diinvestasipun, hanya dilakukan demi kepentingan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat.

Keempat, riba menghambat sirkulasi kekayaan. Karena kekayaan itu hanya akan berada di tangan-tangan pemilik modal.

Kelima, pendapatan riba merupakan bentuk perolehan harta tanpa usaha. Adalah menzhalimi orang lain. Padahal Islam menganjurkan ummatnya untuk berusaha dalam mencari rizki. Oleh karenanya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata,"Pengharaman riba lebih keras dari pengharaman judi. Karena si pelaku riba mengambil keuntungan yang pasti dari seseorang yang membutuhkan. Adapun penjudi, mungkin saja dia bisa memperoleh keuntungan dan kadang-kadang mungkin saja sebaliknya. Maka, riba merupakan perbuatan zhalim yang pasti. Karena termasuk penindasan si kaya terhadap si fakir. Berbeda dengan judi. Kadang-kadang si fakir bisa memperoleh keuntungan dari si kaya, dan tidak jarang pula si kaya dan si fakir sama-sama memperoleh keuntungan ... Dan sebagaimana yang telah diketahui, menzhalimi orang yang membutuhkan lebih besar (dosanya) dari menzhalimi orang yang tidak membutuhkan. [15]

PEMBAGIAN RIBA

Riba dibagi menjadi dua macam:

Riba Nasi'ah. Diambil dari kata nasa, yang berarti mengakhirkan. Terbagi dalam dua bentuk.

Pertama. Menambah hutang bagi yang tidak dapat melunasinya (pada waktu yang telah ditentukan). Demikian ini yang disebut dengan riba jahiliyah. Yaitu ketika seseorang mempunyai uang atas seseorang, dia berkata: Apakah engkau akan melunasi atau riba (mengakhirkan)? Jika melunasi, maka selesailah permasalahan. Akan tetapi, jika meminta penangguhan pembayaran, maka ditambah pula jumlah pembayarannya, sehingga bertumpuklah hutang orang tadi. (Penambahan bisa saja secara kuantitas. Seperti menangguhkan pengembalian seekor onta sekarang dengan dua ekor onta pada masa mendatang. Begitu juga, bangsa Arab sudah terbiasa dengan situasi, jika seorang pemberi pinjaman untuk suatu periode tertentu dan mengambil sejumlah riba tertentu setiap bulan. Jika peminjam tidak dapat membayar pinjaman pokok ketika telah jatuh tempo, ia akan diberikan tangguh waktu pembayaran kembali dengan menambahkan riba yang ia terima dari peminjam. Inilah riba yang berlaku sekarang dan dikutip oleh Bank dan Lembaga
Keuangan lain di negara-negara kita). [16]

Kedua. Setiap jual beli sejenis yang mempunyai permasalahan `illah (sebab diharamkannya sebagaimana yang akan diterangkan nanti) dengan mengundurkan pengambilan barang dan uang atau pengunduran pengambilan salah satu dari keduanya, seperti menjual emas dengan emas, perak dengan perak dan semisalnya.

Riba Al Fadhl. Diambil dari kata fadhl. Yaitu jual beli satu jenis barang yang masuk dalam katagori riba dengan berbeda timbangan, seperti: menukar emas 24 karat satu kg dengan emas 22 karat satu setengah kg.

Syari'at telah menentukan enam macam barang yang masuk kedalamnya riba, yaitu : emas, perak, gandum, jelai, kurma dan garam; jika dijual enam macam barang ini dengan berbeda timbangan, maka para ulama telah sepakat tentang keharamannya, sesuai dengan hadits `Ubadah bin Shamit, dari Nabi Shallallahu 'Alahi wa Sallam bersabda,

Artinya: Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, garam dengan garam (serupa dengan serupa, setara dengan setara, dari tangan ke tangan (tunai). Jika barang-barang itu berbeda, maka juallah sekehendak kalian, dengan syarat pertukaran itu dari tangan ke tangan.

Hadits ini menunjukkan, tidak diperbolehkan menjual barang-barang yang sama untuk ditukar dengan barang yang sama dengan penambahan atau menangguhkan penyerahan barang.

Jika persoalannya demikian, apakah riba itu hanya terdapat pada keenam barang yang telah disebutkan ataukah dapat terjadi pada brang-barang selain itu? Tak ada perbedaan di kalangan para ulama, bahwa dengan qiyas, riba dapat memasuki komoditas yang tidak disebutkan dalam hadits tersebut, kecuali mazhab Zhahiriah yang tidak menjadikan qiyas sebagai landasan hukum mereka, sehingga mereka membatasi, bahwa riba al fadhl hanya kepada enam barang ini saja, akan tetapi mereka para ulama berselisih dalam `illah (persamaan sebab) sehingga diharamkannya ke enam komoditas di atas.

Pendapat yang dirajihkan oleh para ulama terkemuka pada zaman sekarang ialah: bahwa illah pada emas dan perak ialah harga. Maka setiap sesuatu yang dijadikan sebagai alat tukar-menukar, (misalnya, seperti uang kertas) pada zaman kita sekarang ini, dapat masuk ke dalam kategori tersebut. Sehingga diharamkan menjual (menukar) seribu rupiah uang kertas dengan sembilan ratus rupiah uang logam, karena uangnya satu jenis, dalam kata lain berasal dari satu negara.

Sedangkan selain dari emas dan perak, maka yang shahih dari perkataan para ulama, ialah makanan yang ditimbang dan ditakar. Masuk ke dalam katagori riba seperti ini ialah beras dan yang lainnya.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,"`Illah diharamkannya riba al fadhl, ialah ditimbang atau ditakar selagi ia (berupa) makanan, dan pendapat ini salah satu riwayat dari Imam Ahmad. [17]

Kesimpulan tentang pengharaman riba nasi'ah dan al fadhl sebagaimana berikut ini.

- Setiap sesuatu yang mempunyai kesamaan `illah, harga pada emas dan perak dan pada barang yang empat lainnya, yaitu illahnya makanan yang ditimbang atau yang ditakar, maka hukumnya jatuh ke dalam riba.

- Jika dua barang tersebut satu jenis, maka diharamkan penambahan atau penangguhan tempo pembayaran, seperti: beras dengan beras, tidak dibenarkan dijual satu kg dengan dua kg atau penangguhan, beras satu kg merek tertentu tunai dengan beras satu kg merek yang lainnya tidak tunai.

- Jika `illahnya sama, tetapi jenis berbeda, diperbolehkan penambahan. Namun tetap diharamkan penangguhan tempo, seperti; satu kg emas dengan sepuluh kg perak, menurut syariat diperbolehkan asalkan sama-sama tunai, karenan `illahnya sama, yaitu harga.

- Jika berbeda `illah dan jenis, maka diperbolehkan penambahan dan penangguhan, seperti: emas dengan beras, perak dengan kurma dan semisalnya.[18]

SEPUTAR PERMASAHAN RIBA

Ø Riba bahayanya sangat besar. Seorang muslim yang tidak dapat mengetahui hukum riba, hendaklah bertanya kepada ahli ilmu. Tidak dibenarkan seseorang terjun ke dalam suatu bisnis, kecuali setelah dapat memastikan bahwa bisnisnya tersebut terbebas dari riba dan dari segala sesuatu yang diharamkan syari'at, sebagaimana yang dilansir oleh Nabi Shallallahu 'Alahi wa Sallam, bahwa pada akhir zaman riba tersebar luas. Orang yang tidak memakannya -sedikitnya- memperoleh debunya.

Ø Dari bentuk transaksi riba, yaitu: meminjamkan dengan apa yang disebut bunga. Yang benar hal itu bukanlah bunga, akan tetapi riba. Sebab nama tidaklah dapat merubah hakikat sesuatu.

Demikianlah -dewasa ini- yang berlaku pada Bank-Bank konvensional. Yaitu Bank meminjamkan kepada nasabah dengan sistim pembayaran angsuran ditambah bunga tertentu. Jika nasabah terlambat dalam pembayaran pada waktu yang telah ditentukan, maka dikenakan denda, sehingga berkumpullah dua macam riba sekaligus. Yaitu, riba nasi'ah dan riba al fadhl.

Ø Diantara mu`amalah yang termasuk riba, yaitu yang berlaku pada Bank-Bank dengan menentukan bunga tertentu bagi penabung, dan Bank mempunyai hak untuk memutar uang tersebut dengan sistim riba pula.

Ø Masih banyaknya kalangan orang tua yang bangga karena putra-putri mereka -disamping sudah bertitel- dapat pula bekerja di Bank. Mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, bahwa dengan kebanggaannya tersebut, mereka telah jatuh ke dalam dua kesalahan. Yaitu telah menjerumuskan anak mereka ke dalam suatu dosa yang lebih besar dosanya dari dosa zina, dan kedua, bangga berada di atas kesalahan dan dosa tersebut.

Kapan kaum muslimin kembali kepada masa lampaunya? Dengan menganggap riba termasuk dari bentuk 'Penyakit Masyarakat', sebagaimana zina dan pelacuran. Wallahul musta`an.

....." Sehingga diharamkan menjual (menukar) seribu rupiah uang kertas dengan sembilan ratus rupiah uang logam, karena uangnya satu jenis, dalam kata lain berasal dari satu negara."..

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pernah bersabda (yang terjemahannya) "Akan datang suatu masa di mana manusia banyak memakan riba. Ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Apakah manusia secara keseluruhan? Beliau menjawab,'Yang tidak memakannya pun akan terkena debunya." (HR.Ahmad)